Al-Ghofiqi adalah seorang profil sejati seperti Musa bin Nushair dan Thoriq bin Ziyad, dalam ketinggian cita-citanya dan keluhuran budinya” (Ahli Sejarah)
Selang tak berapa lama dari penguburan pendahulunya, khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, khalifah terpilih, Amirul Mukminin, Umar bin Abdul Aziz –Khulafaur Rosyidin langsung mengevaluasi kembali kinerja para pembantunya di berbagai pelosok negeri. Ada yang ia pecat dan ada pula yang ia angkat.
Di antara bawahannya yang diniali sebagai pelopor adalah as-Samh bin Malik al-Khaulani. Beliau diangkat untuk memimpin Andalus dan daerah-daerah di sekitarnya yang baru saja ditaklukkan seperti Negara Perancis.
Pemimpin yang baru diangkat ini mengadakan perjalanan ke Negara Andalus dan mulailah ia menyelidiki para pembantu-pembantunya yang berprilaku jujur dan baik, maka beliau berkata dengan orang-orang di sekitarnya, “Apakah di sini masih ada tabi’in.?” Maka merekapun menjawab, “Masih ada wahai amirul Mukminin, di tengah-tengah kami masih ada seorang tabi’in yang agung, yaitu Abdurrahman al Ghafiqi.” Kemudian mereka menyebutkan pengetahuannya yang luas tentang Kitab Allah, kefahamannya tentang hadits Rasululloh SAW, pengalamannya dalam medan jihad, kerinduannya terhadap mati syahid, dan kezuhudannya dari perhiasan dunia yang menipu.
Kemudian mereka berkata kepada beliau, “Abdurrahman al Ghafiqi berguru kepada sahabat yang agung, Abdullah bin Umar bin Khaththab RA, dan dia telah mengambil ilmu dari beliau sebanyak yang Allah kehendaki. Ia juga menjadikan beliau menjadi suri teladan dengan sepenuh hati dengan baik”
As-Samh bin Malik al-Khaulani mengundang Abdurrahman al-Ghafiqi untuk bertemu, di saat dia telah datang as-Samh menyambutnya dengan sebaik-baik sambutan kemudian menyuruh al-Ghafiqi agar lebih merapatkan tempat duduknya sebagai rasa penghormatannya. Mereka berdua duduk-duduk sambil ngobrol, ia menanyakan apa-apa yang terlintas dalam benaknya, dan meminta pendapat dari beberapa masalah yang ia anggap rumit, sehingga dapat mengokohkan pendiriannya. Tetapi ternyata Abdurrahman al Ghafiqi melebihi apa yang telah diberitakan kepadanya dan lebih agung dari apa yang telah beliau dengar, maka ia langsung berniat untuk menyerahkan kepadanya satu urusan besar, yaitu mengangkatnya menjadi pemimpin di Andalus.
Abdurrahman al Ghafiqi berkata kepada beliau, “wahai Amir, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa, saya datang ke negeri ini untuk ikut menjaga tapal batas negeri kaum Muslimin, dan aku berjanji untuk hanya mencari keridhaan Allah SWT, dan aku akan menghunus pedangku hanya untuk menegakkan kalimat Allah SWT, engkau akan mendapatiku – insya Allah – tetap kokoh membelamu selama engkau dalam kebenaran dan aku akan selalu mengerjakan perintahmu selama di dalamnya mengandung unsur ketaatan kepada Allah SWT tanpa harus dengan kekuasaan atau kepemimpinan.”
Tidak lama kemudian as-Samh bin Malik al-Khaulani berniat untuk menaklukkan seluruh daerah di negeri Perancis, dan menjadikannya sebagai daerah yang tergabung dengan wilayah kaum muslimin dan mengambil jalan darinya lewat tanah yang lapang untuk menembus jalan menuju Negara-negara Balkan*, kemudian dari situ akan terbukalah pintu menuju Konstantinopel sebagai realisasi atas berita gembira yang telah dikabarkan oleh Rasulullah SAW.**
Rencana awal yang diambil untuk mewujudkan tujuan besar ini sempat tergantung kepada penaklukan kota Narbonne***, hal ini dikarenakan kota tersebut adalah kota yang paling besar di daerah Perancis yang bertetangga dengan Negara Andalusia (sekarang Spanyol-red).
Dan di saat kaum muslimin sampai di sebuah gunung yang bernama Pyrenees mereka menemukan gunung tersebut berdiri tegak dan kokoh di depan mereka. padahal lebih dari itu, gunung tersebut merupakan kunci pembuka dan jalan menuju negara Perancis yang begitu besar tersebut .
As-Samh bin Malik al-Khaulani mengepung kota Narbonne kemudian menawarkan kepada penduduknya dua pilihan: masuk Islam atau membayar Jizyah (upeti), akan tetapi mereka merasa keberatan dan menolaknya.
Kemudian mereka (pasukan Islam) bergerak menyerang satu persatu, dan menembaki mereka dengan senjata meriam batu (ketapel besar), sehingga jatuhlah kota yang begitu besar dan kuat tersebut di tangan kaum muslimin setelah dikepung selama empat minggu. Semangat kepahlawanan dalam perang tersebut belum pernah disaksikan dahsyatnya oleh Negara Eropa.
Panglima perang yang tangguh tersebut kemudian langsung bergerak menuju kota Tolouse – ibukota daerah Oktania – bersama pasukannya yang gagah berani, dan meletakkan di sekelilingnya senjata meriam batu serta menghujaninya dengan senjata-senjata perang yang belum pernah disaksikan tandingannya oleh Negara Eropa sebelumnya, sehingga seakan-akan hampir saja kota yang begitu besar tersebut jatuh di bawah kekuasaan mereka, di saat itulah terjadi sesuatu yang belum pernah terlintas sebelumnya.
Maka marilah kita berhenti sejenak untuk menyimak perkataan seorang orientalis yang bernama Rennes agar kita mengetahui informasi sebenarnya dari peperangan tersebut.
Rennes berkata, “di saat kemenangan telah begitu dekat dari kaum muslimin, Duke Octania mengalami kekalahan dan lari dari medan perang, kemudian ia mengutus beberapa utusan untuk berkeliling Eropa dari ujung ke ujung agar memberikan peringatan kepada para raja-raja dan pemimpin-pemimpin mereka bahwasanya negara mereka sedang dijajah serta para wanita dan anak-anak ditawan. Maka tidaklah tertinggal dari penduduk Eropa kecuali ikut dalam peperangan ini dengan menyumbangkan bala pasukan terkuatnya, dan paling banyak jumlahnya. Pasukan mereka yang begitu banyak, cepatnya gerakan dan kerasnya pijakan mereka sama sekali belum pernah ditemukan tandingannya, sehingga debu-debu yang beterbangan di bawah telapak kaki mereka telah menutupi Rhone dari sinar matahari. Dan di saat dua pasukan telah saling mendekat, banyak orang yang berkhayal bahwasannya telah saling berhadapan dua gunung, kemudian masing-masing di antara dua kubu tersebut menggulung yang lain dan pecahlah sebuah peperangan yang sangat dahsyat yang belum pernah terukir oleh sejarah. Adapun As Samh atau Dzamma sebagaimana kami memanggilnya, selalu muncul di depan pasukan kami di setiap tempat. Ia melompat ke sana kemari di depan mereka. Di saat seperti itulah ia terkena lemparan anak panah, sehingga jatuh terbanting dari kuda tunggangannya. Di saat kaum muslimin melihat kejadian tersebut, maka menjadi pecahlah kekuatan mereka dan lemahlah mereka sehingga barisan-barisan mereka menjadi bercerai berai dan kita mempunyai kesempatan emas dengan pasukan kita yang masih gagah berani untuk menghancurkan mereka semua. Kalaulah tidak karena sebuah pertolongan dari langit yang mereka dapatkan dengan majunya seorang panglima yang cerdas yang namanya begitu akrab di telinga orang Eropa, yaitu Abdurrahman al-Ghafiqi. Kemudian ia memerintahkan pasukannya untuk bergerak mundur untuk mengurangi kerugian mereka, dan kembali ke negeri Spanyol. Tetapi ia masih berniat kuat untuk mengulangi penyerangan tersebut dengan metode yang baru “
Wa ba’du…
Apakah engkau melihat bagaimana bisa menyingkap cahaya rembulan di malam yang begitu gelap, sehingga orang-orang yang tersesat banyak yang mengambil cahaya darinya dan bisa menunjuki mereka sebuah jalan?
Demikianlah peperangan Tolouse telah melahirkan seorang pahlawan Islam yang cerdas, dialah Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dan apakah secara kasat mata bisa melihat bagaimana orang-orang yang kehausan sehingga kematian begitu dekat dengannya, sementara ia berada di tengah-tengah padang sahara, kemudian tampaklah air di depan mereka lalu mereka menjulurkan tangan untuk menciduk air tersebut dengan satu cidukan sehingga kembalilah sinar kehidupan mereka?
Demikianlah pasukan muslimin menggantungkan harapan mereka kepada kepemimpinan panglima yang agung, kepadanyalah mereka mengharapkan kesuksesan, dan memba’iatnya untuk selalu mendengar dan patuh.
Tidaklah mengherankan jika peperangan Tolouse adalah perang pertama yang menorehkan luka yang begitu dalam bagi kaum muslimin sejak mereka menjejakkan kaki-kaki mereka di Eropa. Dan Abdurrahman al-Ghafiqi adalah obat yang manjur dari luka tersebut, ia memiliki tangan yang penuh kasih sayang yang dipenuhi dengan perasaan suka menolong dan hati yang halus yang mencucurkan rasa iba kepada setiap orang.
Berita kekalahan dan kerugian yang dialami kamu muslimin di Perancis telah menggores hati khalifah di Damaskus. Kematian seorang pahlawan yang pemberani, yaitu As Samh bin Malik al-Khaulani telah mengobarkan api di dadanya untuk segera membalasnya. Kemudian ia mengeluarkan perintah agar pasukan tetap dalam ba’iat mereka kepada Abdurrahman al-Ghafiqi dan menyerahkan kepadanya wilayah Andalus dan negara-negara yang bertetangga dengannya dari daerah-daerah Perancis yang sudah ditaklukkan.
Kemudian Abdurrahman al-Ghafiqi membuka tangannya untuk melaksanakan pekerjaan ini sekehendak hatinya. Dan tidaklah mengherankan, karena al-Ghafiqi adalah seorang yang jantan lagi pemberani, bertaqwa, seorang yang bijaksana dan selalu terdepan.
Semenjak Abdurrahman al-Ghafiqi diberikan tugas untuk memimpin daerah Andalus, beliau segera membangun kepercayaan diri pasukannya, dan membekali perasaan mereka dengan kemulyaan, kekuatan diri dan kemenangan demi mewujudkan cita-cita yang agung yang dirintis oleh para panglima Andalus yang dimulai dari Musa bin Nushair dan diakhiri oleh as-Samh bin Malik al khaulani.
Telah bulat keinginan mereka untuk berangkat dari Perancis ke Italia dan Jerman, kemudian dari kedua tempat tersebut mereka langsung menuju Kostantinopel. Mereka ingin menjadikan lautan pasifik sebagai danaunya orang islam dan menyebutnya sebagai Laut Syam sebagai ganti dari Laut Romawi.
Tetapi Abdurrahman al-Ghafiqi berkeyakinan behwasannya untuk menyiapkan pembekalan dalam peperangan yang paling utama adalah dimulai dengan memperbaiki hati para pasukan dan menyucikannya. Dan ia juga berkeyakinan tidak ada satu umat pun dapat mewujudkan harapannya untuk mencapai kemenangan apabila benteng pertahanannya retak, dan terancam roboh dari dalam.
Oleh karenanya, ia mengelilingi Negara Andalus dari satu negeri ke negeri yang lain, dan menyuruh para juru panggilnya untuk menyerukan kepada manusia, “barangsiapa yang terzalimi baik oleh salah seorang pemimpin, atau hakim atau kepada orang lain maka bawalah urusan itu ke hadapan Amir. Tidaklah ada perbedaan baginya antara orang-orang islam dan orang-orang yang masih terikat perjanjian dengan mereka “.
Kemudian mulailah ia melihat kepada orang-orang yang mengadukan perkaranya satu persatu. Dan memberikan keadilan bagi orang yang lemah dan orang yang dizhalimi serta mengambil hak atas urusan gereja yang dirampas dan mengembalikan apa yang menjadi hak-hak mereka. Ia menghancurkan bangunan yang dibangun dengan memakai uang korupsi, kemudian melihat kepada urusan para bawahannya. Ia memecat orang yang jelas-jelas tampak darinya pengkhianatan dan penyimpangan kemudian memberikan kedudukannya kepada orang yang kuat kepercayaan, kefahaman dan keluhuran budi pekertinya.
Dan setiap ia masuk ke sebuah Negeri, ia mengajak orang-orang untuk sholat jum’at, kemudian beliau berdiri sebagai khatib dan memberikan semangat untuk melaksanakan jihad, menganjurkan untuk mencari syahid dan menjanjikan kepada mereka akan ridha Allah SWT dan kemenangan dengan pahalanya.
Abdurrahman al-Ghafiqi selalu mengiringi perkataan dengan perbuatannya, dan mengokohkan angan-angan dengan tindak nyatanya. Pertama kali yang ia kerjakan saat menempati wilayahnya adalah mempersiapkan perlengkapan, menyempurnakan senjata perang, memperbaiki tempat berlindung dan membangun benteng pertahanan serta memperkokoh jembatan. Jembatan terbesar yang ia bangun adalah jembatan Kordova, ibukota Andalus. Jembatan itu dibangun di atas sungai Kordova yang lebar, agar orang-orang dan pasukan perangnya bisa menyeberang di atasnya. Jembatan ini juga akan menjaga manusia dari derasnya banjir, jembatan ini terhitung sebagai salah satu keajaiban dunia. Panjangnya mencapai delapan ratus depa, dengan ketinggian mencapai enam puluh depa dan lebar dua puluh depa, lengkukannya berjumlah delapan belas lengkukan dan ia mempunyai sembilas benteng benteng pelindung. Jembatan ini masih ada sampai sekarang, yang menjadi kebanggaan Spanyol.
Abdurrahman al-Ghafiqi telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyatukan para pemimpin pasukan dan pemuka-pemuka masyarakat di setiap kota yang ia singgahi. Ia selalu mendengarkan apa-apa yang mereka sampaikan dan menampung usulan-usulan mereka serta mengambil pelajaran atas nasehat mereka.
Ia telah beri’tikad untuk berusaha sedikit bicara tapi banyak kerjanya, hal ini juga ia lakukan saat bertemu dengan orang-orang terpandang dari kaum muslimin, seperti juga saat ia berkumpul dengan pembesar-pembesar ahlu dzimmah yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin. Ia banyak menanyakan urusan-urusan Negara yang kelihatan rumit dan menyibukkan diri dengan keadaan raja-raja dan panglima-panglima mereka.
Pada suatu kali, ia mengundang salah seorang pembesar ahlu dzimmah Perancis untuk datang menghadapnya dan berlangsunglah antara keduanya percakapan tentang berbagai macam tema, ia bertanya kepadanya, “apa yang menyebabkan pemimpin tertinggimu Syarla tidak mau untuk berperang melawan kami, dan sama sekali tidak menolong raja-raja lain untuk memerangi kami?!” maka pembesar itupun berkata “wahai Amir, kalian telah memenuhi janji-janji kalian kepada kami, maka kami juga merasa punya hak untuk membenarkan perkataan yang kalian lontarkan kepada kami. Sesungguhnya pemimpin besar kalian Musa bin Nushair telah memerintah dalam genggamannya negeri Spanyol secara kokoh kemudian ia meninggikan cita-citanya untuk terus memperluaskannya hingga melewati gunung Pyrenees yang memisahkan antara Andalus dan negeri kita yang indah ini. Kemudian mengungsilah para raja-raja dan kaum cendekiwananya ke negeri kami yang agung ini dan mereka berkata “ kehinaan apa yang menimpa kami dan para anak cucu kami, wahai sang raja?! kami telah mendengar tentang orang-orang Islam, kami khawatir dengan sepak terjang dan kedatang mereka dari sebelah timur matahari, sedangkan mereka sekarang telah datang dari sebelah barat, kemudian menduduki Spanyol seluruhnya dan menguasai segala peralatan perang dan senjatanya,mereka menduduki puncak-puncak gunung yang tinggi memisahkan antara kami dan mereka, padahal jumlah mereka sedikit, dan persenjataan mereka minim, kebanyakan mereka tidak memiliki baju besi yang menjaga mereka dari sabetan-sabetan pedang atau kendaraan kuda yang mereka tunggangi di medan-medan perang” maka sang raja berkata “kami telah memikirkan apa-apa yang sering terlintas dalam pikiran kalian dan kamipun sering memikirkannya dengan keras. Maka kami mempunyai taktik agar tidak terlalu menampakkan sepak terjang kami kepada mereka, karena mereka sekarang ibarat arus sungai yang begitu deras dan menghanyutkan apa saja yang menghalangi perjalanannya serta membawa besertanya dan melemparkannya kemanapun ia suka. Dan kami menemukan juga bahwasannya mereka mempunyai aqidah dan niat yang kokoh yang keduanya dapat mencukupkan mereka dari banyaknya jumlah atau canggihnya peralatan. Mereka juga mempunyai keyakinan dan kejujuran yang bisa menggantikan fungsinya baju besi dan kuda tunggangan. Akan tetapi kami biarkan mereka sehingga mereka memenuhi tangan-tangan mereka dengan harta rampasan, mengambil istana-istana, bangunan-bangunan mewah dan memperbanyak budak perempuan serta saling berlomba-lomba untuk merebut kursi kekuasaan. Di saat itulah kami menemukan jalan yang begitu mudah, yang tidak mengeluarkan energi yang banyak “
Maka Abdurrahman al-Ghafiqi menundukkan matanya ke tanah dengan perasaan sedih, dan ia menarik nafas panjang kemudian bubarlah majlis dan iapun berkata, “Mari kita pergi sholat karena waktunya telah begitu dekat.”
Abdurrahman al-Ghafiqi mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi peperangan yang begitu besar selama dua tahun, ia menyiap-siagakan para batalyon pasukan dan semakin mengasah cita-cita agar semakin tajam dan menyalakan keberanian kepada pasukannya, ia juga meminta bantuan kepada Amir Afrika, maka Amir Afrika mengirim pasukan pilihan yang terbakar api kerinduan untuk ikut berjihad dan semangat mencari mati syahid.
Kemudian ia mengirimkan perintah kepada Utsman bin Abi Nus’ah -seorang di sebuah wilayah perbatasan- agar bisa memancing musuh dan mengalihkan perhatian mereka sampai bila waktunya ia (Abdurrahman) datang dengan kekuatan penuh. Tetapi hati Utsman dipenuhi sifat dengki dengan para pemimpin yang mempunyai keinginan yang meluap-luap dan cita-cita yang tinggi sehingga menjadi bahan pergunjingan manusia dan mengecilkan kedudukan para pemimpin dan pembantu-pembantu yang lain. Lebih dari itu, dalam serangan ke Perancis pada perang sebelumnya ia berhasil mendapatkan anak gadis Duke Oktavia yang bernama Minin. Ia adalah gadis yang lembut dan memiliki kecantikan yang mempesona. Gadis ini menggabungkan antara kecantikan dan kemulian sebagai anak Raja.erempuan Duck Oktania yang bernama Minin. Ia adalah seorang pemudi yang lembut dan memiliki kecantikan yang mempesona. Kecantikannya inilah yang menjadikan fitnah para pemimpin-pemimpin besar. Hati Utsman dipenuhi dengan cinta dan ia berniat untuk mempersuntingnya sehingga Minin menempati kedudukan yang mulia di hatinya yang tidak pernah dirasakan isteri manapun. Ia telah mengadakan perjanjian dengan ayahnya untuk memberikan keamanan dari kemarahan kaum muslimin terhadap daerah kekuasaannya yang berbatasan dengan Andalusia. Tetapi di saat datang berita dari Abdurrahman al-Ghafiqi untuk menyerbu negeri mertuanya tersebut, ia bingung, tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan.
Tetapi tidak lama kemudian, ia langsung menulis surat kepada Abdurrahman al-Ghafiqi untuk menarik ulang perintahnya tersebut. Melalui surat tersebut ia mengatakan bahwasannya ia tidak dapat melanggar janji dengan Duke Oktania sampai datang ajalnya. Maka Abdurrahman al-Ghafiqi menjadi marah kemudian mengutus kepadanya sebuah surat dan berkata, “Sesungguhnya perjanjian dengan orang tanpa sepengetahuan pimpinanmu adalah batal, dan tidak akan pernah menghalangi pasukanmu untuk melakukan sesuatu, kamu harus segera melaksanakan perintah yang aku perintahkan kepadamu dengan tanpa ada keraguan sedikitpun!”
Tatkala Ibnu Abi Nus’ah merasa putus asa dengan perintah amir untuk mencabut keputusannya itu, maka ia mengutus seorang utusan kepada mertuanya untuk menyampaikan berita tersebut, dan menyuruhnya mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan musuh.
Akan tetapi mata-mata Abdurrahman al-Ghafiqi selalu mengawasi langkah dan gerak gerik Ibn Abi Nus’ah sehingga sampailah berita mengenai hubungannya dengan musuh kepada al-Ghofiqi. Maka segeralah al Ghafiqi menyiap-siagakan satu batalyon pasukan yang dikomandoi oleh para pemimpin yang mempunyai kemampuan dan pengalaman perang yang hebat dan menyuruh mereka untuk membawa serta Utsman bin Abi Nus’ah hidup atau mati.
Batalyon perang tersebut menyerang tempat Ibn Abi Nus’ah dengan tiba-tiba, dan hampir saja ia bisa dikalahkan andai saja dia tidak menghentikan perlawanan.. Kemudia ia berlari ke gunung dengan ditemani oleh beberapa orang pasukannya dan juga istrinya Minin yang sangat cantik, ia tidak mau pisah dengannya selamanya, dan ia tidak bisa melihat dunia tanpanya.
Para batalyon pasukan tetap berada di belakang mereka dan mengepungnya, dia membela diri dan isterinya seperti pembelaan seekor singa terhadap keselamatan anaknya, dia terus bertahan di samping isterinya sehingga akhirnya dia jatuh terbunuh. Di badannya tertoreh banyak luka sabetan pedang, dan tusukan tombak yang tak terhitung jumlahnya. Para pasukan memenggal kepalanya dan membawanya beserta isterinya yang cantik ke hadapan Abdurrahman al-Ghafiqi. Di saat wanita tersebut sampai di hadapannya dan ia melihat kecantikannya yang mempesona, iapun menundukkan pandangannya dan memalingkan wajahnya kemudian mengirimkannya kepada khalifah sebagai hadiah.
Maka selesailah satu babak kehidupan ratu Perancis yang cantik dalam penjagaan khalifah Umaiyyah di Damaskus.
CATATAN:
* Kawasan yang terletak di sebelah tenggara eropa yang sekarang terpecah menjadi beberapa negara, yaitu: Rumania, German, Yugoslavia, Bulgaria, Turki dan Roma
** Beliau SAW bersabda, “Sungguh kalian benar-benar akan dapat membuka Qostantiniyah, sebaik-baik pasukan adalah pasukan mereka dan sebaik-baik panglina adalah panglima mereka.”
*** Narbonne: sebuah kota yang terletak di sebelah selatan Prancis
(Alsofwah)
0 komentar:
Posting Komentar