"Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat rupa kamu, penampilan kamu, tetapi Allah melihat niat kamu, amal kamu. beruntunglah orang-orang yang dianggap rendah daripada pandangan manusia, tetapi sangat tinggi dalam pandangan Allah."
Rambutnya kerinting, tubuhnya kurus keding dan kulitnya cukup hitam. Orang memandang lekeh kepadanya dan segan bertemu dengan dia.. Tetapi walaupun begitu, dia telah membuktikan keberaniannya sanggup menewaskan ratusan orang musyrik dalam beberapa kali perang tanding satu lawan satu. Belum termasuk yang ditewaskannya dalam perang berkecamuk.
Sesungguhnya dia pemberani yang pantang mundur. Khalifah ‘Umar bin Al-Khattab pernah menulis surat kepada para panglima, "Janganlah mengangkat Al Bara’ bin Malik menjadi panglima pasukan muslimin, karena dikhuatirkan dengan keberaniannya yang luar biasa itu akan membahayakan tentara muslimin."
Al-Bara’ bin Malik adalah saudara kandung Anas bin Malik, khadam (pelayan) Rasulullah. Seandainya diceritakan kisah kepahlawanan Al-Bara’ semuanya, sudah tentu terlalu banyak. Al Bara’ juga dikenal sebagai seorang ksatria dalam berbagai peperangan karena dia telah berhasil menaklukkan 100 pasukan musuh dengan cara bertarung satu melawan satu. Kerana itu cukuplah sebuah kisah saja, mudah-mudahan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang kepahlawanannya.
Kisah ini terjadi tidak berapa lama sesudah Rasulullah wafat. Ketika itu beberapa kabilah ‘Arab murtad dari agama Islam secara beramai-ramai, sebagaimana mulanya mereka masuk Islam beramai-ramai. Akhirnya yang tinggal dalam Islam hanyalah para penduduk Makkah, Madinah, Thaif, dan beberapa kelompok yang berselerak di sana-sini. Mereka orang-orang yang teguh imannya.
Khalifah Abu Bakar mengkehendaki agar ancaman terhadap pembelot Islam itu dihapuskan sampai ke akarnya. Maka dibentuknya sebelas pasukan tentera, terdiri daripada kuam Muhajirin dan kaum Ansar. Lalu dikirimnya ke seluruh jazirah ‘Arab, untuk mengembalikan orang orang yang murtad dan memerangi siapa yang membangkang.
Kelompok orang-orang murtad yang paling jahat dan besar ialah kelompok Banu Hanifah yang dipimpin oleh Musailamah Al-Kazzab. Jumlah mereka tak kurang dari empat puluh ribu orang, terdiri daripada prajurit-prajurit kental dan berpengalaman perang. Kebanyakan mereka murtad dan mengikuti Musailamah kerana fanatik kesukuan, bukan kerana percaya kepada kenabian Musailamah.
Sebahagian mereka berkata, “Saya tahu Musailamah itu bohong dan Muhammad lah Nabi yang benar. Tetapi kebohongan Bani Rabi‘ah (Musailamah) lebih saya sukai daripada kebenaran Bani Mudhar (Muhammad).’
Tentera Muslimin yang pertama-tama datang menyerang Musailamah dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan ‘Ikrimah dapat dikalahkan tentera Musailamah. sehingga kucar-kacir dan Ikrimah sendiri tewas sebagai syahid.
Sesudah itu dikirim oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq pasukan kedua di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dalam pasukan Khalid ini terdapat pahlawan-pahlawan Ansar dan Muhajirin. Di antara mereka terdapat Al Bara’ bin Malik Al-Anshary, dan beberapa pahlawan muslim lainnya.
Pasukan Khalid bertemu dengan pasukan Musailamah di Yamamah. Pertempuran segera terjadi tak dapat dihindar. Belum lama kedua pasukan itu bertempur, ternyata pasukan Musailamah lebih unggul. Mereka dapat mendesak mundur pasukan Khalid dari posisinya, hingga pasukan Musailamah berhasil menyerbu sampai ke perkhemahan Khalid bin Walid dan menghancurkan perkemahan itu. Bahkan isteni Khalid nyaris terbunuh ketika itu, seandainya tidak diselamatkan pengawal.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Khalid melompat ke tengah-tengah pasukannya dan mengubah susunan pasukan. Kaum muhajirin, kaum Ansar, dan prajurit yang terdiri anak-anak desa dipisah-pisahkannya mengikut kelompok masing-masing. Tiap-tiap kelompok dikepalai salah seorang dari kelompoknya sendiri. Dengan begitu Khalid dapat mengetahui kesanggupan masing-masing, serta mengenal pasti di mana letak kelemahan tentera muslimin.
Kini kedua pasukan berbuku-hantam dan tebas-menebas dengan sengit dan mengerikan. Kaum muslimin memperlihatkan kemampuan yang belum diperlihatkannya daripada tadi.
Tentera Musailamah bertahan di medan tempur bagaikan gunung, kukuh dan kuat. Mereka tidak peduli walaupun korban banyak jatuh di pihak mereka. Kaum muslimin memperlihatkan keberanian luar biasa, yang kalau dihitung-hitung sesungguhnya merupakan peristiwa yang sangat mengerikan.
Tsabit bin Qais yang memikul bendera Ansar. Dia melilit tubuhnya dengan kain kafan kemudian digalinya lubang setinggi betis. Lalu dia turun ke dalam lobang itu. Dia bertahan di lubang itu mengibarkan bendera kaumnya sampai tewas sebagai syahid.
Zaid bin Khattab, saudara ‘Umar bin Khattab r.a., memanggil kaum muslimin, “Wahai kaum muslimin, bertempurlah dengan gigih! Tewaskan musuh-musuh kalian dan terus maju. Wahai manusia! Demi Allah! Saya tidak akan berbicara lagi sesudah ini sampai Musailamah dihancurkan, atau saya syahid menemui Allah. Saya akan perlihatkan kepada Allah bukti bahwa saya betul-betul syahid.’
Kemudian dia maju menyerang musuh, bertempur sampai tewas sebagai syahid.
Lain pula dengan Salim maula Abu Hudzaifah, pembawa bendera kaum Muhajirin. Kaumnya khuatir dia lemah atau takut. Kata mereka kepada Salim, “Kami sangsi dengan keberanian Anda menghadapi musuh.”
Jawab Salim, “Jika kalian sangsi terhadap saya, biar saya menjadi pembawa bendera Al Quran.“
Kernudian dia menyerbu musuh-musuh Allah dengan berani sehingga Ia tewas pula sebagai syahid.
Tetapi kepahlawanan mereka belum seberapa dibandingkan dengan kepahlawanan Al Bara’ bin Malik r.a. Ketika Khalid melihat api pertempuran semakin berkobar, dia berpaling kepada Al-Bara’. Kata Khalid memerintah, “Kerahkan mereka, hai pemuda Ansar!
Al-Bara’ berteriak memanggil kaum Ansar, ‘Wahai kaum Ansar, Jangan kalian berfikir-fikir hendak kembali ke Madinah. Tidak ada lagi Madinah sesudah hari ini. Ingatlah kepada Allah semata-mata. . kemudian kepada syurga.”
Sesudah berkata begitu dia maju mendesak kaum musyrikin, diikuti prajurit Ansar. Pedangnya menari lincah menebas musuh-musuh Allah. Melihat prajuritnya banyak berguguran, Musailamah dan kawan-kawan menjadi gentar. Kerana itu mereka lari berlindung dalam sebuah benteng. Beneteng itu kemudian terkenal dalam sejarah dengan nama “Benteng Kematian”, karana banyaknya manusia yang terbunuh dalam benteng itu.
Benteng maut itu adalah tempat lari terakhir bagi Musailamah dan tenteranya. Pagarnya tinggi dan kukuh. Musailamah dan puluhan ribu tentaranya mengunci pintu rapat-rapat dari dalam. Mereka bertahan dalam benteng itu. Dari puncak pagar mereka menghujani kaum muslimin yang berusaha masuk benteng dengan panah.
Kata Al-Bara, “Angkat saya dengan tombak dan lindungi saya dengan perisai dan panah-panah musuh. Sesudah itu lemparkan saya ke dalam benteng dekat pintu. Biarlah saya syahid untuk membukakan pintu bagi kalian.”
Dalam sekejap Al-Bara’ sudah berada di atas perisai. Tubuhnya ringan, kerana badannya kurus kecil. Sepuluh orang pemanah melemparkannya ke dalam benteng maut. Al-Bara’ meluncur di atas ribuan tentara Musailamah. Kehadirannya menyebabkan mereka ngeri bagaikan disambar petir. Sementara itu Al-Bara’ sudah berhasil memukul tewas sepuluh orang penjaga pintu. Al-Bara’ segera membukakan pintu bagi kaum muslimin. Namun begitu Al-Bara’ tak luput dari sentuhan pedang dan goresan panah yang menyebabkan 80 luka lebih ditubuhnya.
Kaum muslimin tumpah ruah menyerbu ke dalam Benteng maut.. Pedang mereka berkelibat di tengkuk orang-orang murtad. Lebih kurang dua puluh ribu orang korban yang tewas di pihak mereka termasuk pemimpin mereka, Musailamah Al-Kadzab.
Al Bara’ segera dinaikkan kawan-kawannya ke atas kenderaan untuk diubati. Sebulan lamanya Khalid merawat dan mengubati Al Bara’ sampai dapat menyembuhkan luka-lukanya. Dia memuji dan bersyukur kepada Allah yang telah memberi kemenangan bagi kaum muslimin.
Al Bara’ bin Malik Al-Ansary sangat merindukan kematian sebagai syahid. Dia kecewa kerana gagal memperolehnya di Benteng Maut. Maka sejak itu dia selalu menceburkan diri dalam peperangan untuk mencapai cita-cita besarnya, dan kerana rindu hendak segera bertemu dengan nabinya yang mulia.
Ketika perang penaklukan kota Tustar di Persia, tentera Persia berlindung dalam sebuah puri. Puri itu merupakan benteng yang kukuh bagi tentera Persia . Temboknya tinggi, besar, pintu-pintunya kuat dan kukuh. Kaum muslimin mengepung dengan ketat. Setelah mereka terkepung begitu lama, akhirnya mereka mendapat kesulitan. Mereka menghulurkan kait-kait besi yang panas membara dari puncak pilar untuk mengait tentera muslimin. Tentera muslimin yang terkait mereka angkat ke atas, adakalanya langsung tewas atau setengah tewas.
Dalam perang Tustar inilah dia berdo’a kepada Allah semoga dia diberi rezeki sebagai golongan syuhada. Allah memperkenankan do’anya.
Saudara kandungnya Anas bin Malik terkait oleh pengait berapi itu. Ketika Al Bara’ melihat saudaranya terkait, dia melompat ke dinding benteng dan melepaskan pengait dari tubuh saudaranya. Tangan Al Bara’ terbakar dan melepuh memegang pengait yang panas membara. Tetapi dia tidak peduli asal saudaranya lepas dari pengait itu. Kemudian dia berhasil turun dengan jari-jemari tangannya tanpa daging.
Maka orang-orangpun berkata kepada Bara’ bin Malik, "Wahai Bara’, sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda kepadamu, sesungguhnya jika engkau memohon kepada Allah S.W.T pasti Dia mengabulkan, maka berdo`alah kepada-Nya untuk kehancuran musuh". Bara’ lalu berdo`a memohon kehancuran pasukan musuh dan agar dirinya mendapat syahid bertemu dengan Nabi-nya yang mulia. Allah mengabulkan doa`nya sehingga kaum muslimin berhasil melumpuhkan lawan, dan Bara’ pun memperoleh apa yang selama ini dicita-citakannya, syahid dijalan Allah.
Bara’ …betapa wangi merah darahmu…kamipun rindu menyusulmu.
Semoga Allah menjadikan wajahnya begemerlapan di syurga, menemani Nabinya. Amin! //sumber:abu Izzudin(http://www.facebook.com/note.php?note_id=231992310148212)
Rambutnya kerinting, tubuhnya kurus keding dan kulitnya cukup hitam. Orang memandang lekeh kepadanya dan segan bertemu dengan dia.. Tetapi walaupun begitu, dia telah membuktikan keberaniannya sanggup menewaskan ratusan orang musyrik dalam beberapa kali perang tanding satu lawan satu. Belum termasuk yang ditewaskannya dalam perang berkecamuk.
Sesungguhnya dia pemberani yang pantang mundur. Khalifah ‘Umar bin Al-Khattab pernah menulis surat kepada para panglima, "Janganlah mengangkat Al Bara’ bin Malik menjadi panglima pasukan muslimin, karena dikhuatirkan dengan keberaniannya yang luar biasa itu akan membahayakan tentara muslimin."
Al-Bara’ bin Malik adalah saudara kandung Anas bin Malik, khadam (pelayan) Rasulullah. Seandainya diceritakan kisah kepahlawanan Al-Bara’ semuanya, sudah tentu terlalu banyak. Al Bara’ juga dikenal sebagai seorang ksatria dalam berbagai peperangan karena dia telah berhasil menaklukkan 100 pasukan musuh dengan cara bertarung satu melawan satu. Kerana itu cukuplah sebuah kisah saja, mudah-mudahan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang kepahlawanannya.
Kisah ini terjadi tidak berapa lama sesudah Rasulullah wafat. Ketika itu beberapa kabilah ‘Arab murtad dari agama Islam secara beramai-ramai, sebagaimana mulanya mereka masuk Islam beramai-ramai. Akhirnya yang tinggal dalam Islam hanyalah para penduduk Makkah, Madinah, Thaif, dan beberapa kelompok yang berselerak di sana-sini. Mereka orang-orang yang teguh imannya.
Khalifah Abu Bakar mengkehendaki agar ancaman terhadap pembelot Islam itu dihapuskan sampai ke akarnya. Maka dibentuknya sebelas pasukan tentera, terdiri daripada kuam Muhajirin dan kaum Ansar. Lalu dikirimnya ke seluruh jazirah ‘Arab, untuk mengembalikan orang orang yang murtad dan memerangi siapa yang membangkang.
Kelompok orang-orang murtad yang paling jahat dan besar ialah kelompok Banu Hanifah yang dipimpin oleh Musailamah Al-Kazzab. Jumlah mereka tak kurang dari empat puluh ribu orang, terdiri daripada prajurit-prajurit kental dan berpengalaman perang. Kebanyakan mereka murtad dan mengikuti Musailamah kerana fanatik kesukuan, bukan kerana percaya kepada kenabian Musailamah.
Sebahagian mereka berkata, “Saya tahu Musailamah itu bohong dan Muhammad lah Nabi yang benar. Tetapi kebohongan Bani Rabi‘ah (Musailamah) lebih saya sukai daripada kebenaran Bani Mudhar (Muhammad).’
Tentera Muslimin yang pertama-tama datang menyerang Musailamah dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan ‘Ikrimah dapat dikalahkan tentera Musailamah. sehingga kucar-kacir dan Ikrimah sendiri tewas sebagai syahid.
Sesudah itu dikirim oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq pasukan kedua di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dalam pasukan Khalid ini terdapat pahlawan-pahlawan Ansar dan Muhajirin. Di antara mereka terdapat Al Bara’ bin Malik Al-Anshary, dan beberapa pahlawan muslim lainnya.
Pasukan Khalid bertemu dengan pasukan Musailamah di Yamamah. Pertempuran segera terjadi tak dapat dihindar. Belum lama kedua pasukan itu bertempur, ternyata pasukan Musailamah lebih unggul. Mereka dapat mendesak mundur pasukan Khalid dari posisinya, hingga pasukan Musailamah berhasil menyerbu sampai ke perkhemahan Khalid bin Walid dan menghancurkan perkemahan itu. Bahkan isteni Khalid nyaris terbunuh ketika itu, seandainya tidak diselamatkan pengawal.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Khalid melompat ke tengah-tengah pasukannya dan mengubah susunan pasukan. Kaum muhajirin, kaum Ansar, dan prajurit yang terdiri anak-anak desa dipisah-pisahkannya mengikut kelompok masing-masing. Tiap-tiap kelompok dikepalai salah seorang dari kelompoknya sendiri. Dengan begitu Khalid dapat mengetahui kesanggupan masing-masing, serta mengenal pasti di mana letak kelemahan tentera muslimin.
Kini kedua pasukan berbuku-hantam dan tebas-menebas dengan sengit dan mengerikan. Kaum muslimin memperlihatkan kemampuan yang belum diperlihatkannya daripada tadi.
Tentera Musailamah bertahan di medan tempur bagaikan gunung, kukuh dan kuat. Mereka tidak peduli walaupun korban banyak jatuh di pihak mereka. Kaum muslimin memperlihatkan keberanian luar biasa, yang kalau dihitung-hitung sesungguhnya merupakan peristiwa yang sangat mengerikan.
Tsabit bin Qais yang memikul bendera Ansar. Dia melilit tubuhnya dengan kain kafan kemudian digalinya lubang setinggi betis. Lalu dia turun ke dalam lobang itu. Dia bertahan di lubang itu mengibarkan bendera kaumnya sampai tewas sebagai syahid.
Zaid bin Khattab, saudara ‘Umar bin Khattab r.a., memanggil kaum muslimin, “Wahai kaum muslimin, bertempurlah dengan gigih! Tewaskan musuh-musuh kalian dan terus maju. Wahai manusia! Demi Allah! Saya tidak akan berbicara lagi sesudah ini sampai Musailamah dihancurkan, atau saya syahid menemui Allah. Saya akan perlihatkan kepada Allah bukti bahwa saya betul-betul syahid.’
Kemudian dia maju menyerang musuh, bertempur sampai tewas sebagai syahid.
Lain pula dengan Salim maula Abu Hudzaifah, pembawa bendera kaum Muhajirin. Kaumnya khuatir dia lemah atau takut. Kata mereka kepada Salim, “Kami sangsi dengan keberanian Anda menghadapi musuh.”
Jawab Salim, “Jika kalian sangsi terhadap saya, biar saya menjadi pembawa bendera Al Quran.“
Kernudian dia menyerbu musuh-musuh Allah dengan berani sehingga Ia tewas pula sebagai syahid.
Tetapi kepahlawanan mereka belum seberapa dibandingkan dengan kepahlawanan Al Bara’ bin Malik r.a. Ketika Khalid melihat api pertempuran semakin berkobar, dia berpaling kepada Al-Bara’. Kata Khalid memerintah, “Kerahkan mereka, hai pemuda Ansar!
Al-Bara’ berteriak memanggil kaum Ansar, ‘Wahai kaum Ansar, Jangan kalian berfikir-fikir hendak kembali ke Madinah. Tidak ada lagi Madinah sesudah hari ini. Ingatlah kepada Allah semata-mata. . kemudian kepada syurga.”
Sesudah berkata begitu dia maju mendesak kaum musyrikin, diikuti prajurit Ansar. Pedangnya menari lincah menebas musuh-musuh Allah. Melihat prajuritnya banyak berguguran, Musailamah dan kawan-kawan menjadi gentar. Kerana itu mereka lari berlindung dalam sebuah benteng. Beneteng itu kemudian terkenal dalam sejarah dengan nama “Benteng Kematian”, karana banyaknya manusia yang terbunuh dalam benteng itu.
Benteng maut itu adalah tempat lari terakhir bagi Musailamah dan tenteranya. Pagarnya tinggi dan kukuh. Musailamah dan puluhan ribu tentaranya mengunci pintu rapat-rapat dari dalam. Mereka bertahan dalam benteng itu. Dari puncak pagar mereka menghujani kaum muslimin yang berusaha masuk benteng dengan panah.
Kata Al-Bara, “Angkat saya dengan tombak dan lindungi saya dengan perisai dan panah-panah musuh. Sesudah itu lemparkan saya ke dalam benteng dekat pintu. Biarlah saya syahid untuk membukakan pintu bagi kalian.”
Dalam sekejap Al-Bara’ sudah berada di atas perisai. Tubuhnya ringan, kerana badannya kurus kecil. Sepuluh orang pemanah melemparkannya ke dalam benteng maut. Al-Bara’ meluncur di atas ribuan tentara Musailamah. Kehadirannya menyebabkan mereka ngeri bagaikan disambar petir. Sementara itu Al-Bara’ sudah berhasil memukul tewas sepuluh orang penjaga pintu. Al-Bara’ segera membukakan pintu bagi kaum muslimin. Namun begitu Al-Bara’ tak luput dari sentuhan pedang dan goresan panah yang menyebabkan 80 luka lebih ditubuhnya.
Kaum muslimin tumpah ruah menyerbu ke dalam Benteng maut.. Pedang mereka berkelibat di tengkuk orang-orang murtad. Lebih kurang dua puluh ribu orang korban yang tewas di pihak mereka termasuk pemimpin mereka, Musailamah Al-Kadzab.
Al Bara’ segera dinaikkan kawan-kawannya ke atas kenderaan untuk diubati. Sebulan lamanya Khalid merawat dan mengubati Al Bara’ sampai dapat menyembuhkan luka-lukanya. Dia memuji dan bersyukur kepada Allah yang telah memberi kemenangan bagi kaum muslimin.
Al Bara’ bin Malik Al-Ansary sangat merindukan kematian sebagai syahid. Dia kecewa kerana gagal memperolehnya di Benteng Maut. Maka sejak itu dia selalu menceburkan diri dalam peperangan untuk mencapai cita-cita besarnya, dan kerana rindu hendak segera bertemu dengan nabinya yang mulia.
Ketika perang penaklukan kota Tustar di Persia, tentera Persia berlindung dalam sebuah puri. Puri itu merupakan benteng yang kukuh bagi tentera Persia . Temboknya tinggi, besar, pintu-pintunya kuat dan kukuh. Kaum muslimin mengepung dengan ketat. Setelah mereka terkepung begitu lama, akhirnya mereka mendapat kesulitan. Mereka menghulurkan kait-kait besi yang panas membara dari puncak pilar untuk mengait tentera muslimin. Tentera muslimin yang terkait mereka angkat ke atas, adakalanya langsung tewas atau setengah tewas.
Dalam perang Tustar inilah dia berdo’a kepada Allah semoga dia diberi rezeki sebagai golongan syuhada. Allah memperkenankan do’anya.
Saudara kandungnya Anas bin Malik terkait oleh pengait berapi itu. Ketika Al Bara’ melihat saudaranya terkait, dia melompat ke dinding benteng dan melepaskan pengait dari tubuh saudaranya. Tangan Al Bara’ terbakar dan melepuh memegang pengait yang panas membara. Tetapi dia tidak peduli asal saudaranya lepas dari pengait itu. Kemudian dia berhasil turun dengan jari-jemari tangannya tanpa daging.
Maka orang-orangpun berkata kepada Bara’ bin Malik, "Wahai Bara’, sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda kepadamu, sesungguhnya jika engkau memohon kepada Allah S.W.T pasti Dia mengabulkan, maka berdo`alah kepada-Nya untuk kehancuran musuh". Bara’ lalu berdo`a memohon kehancuran pasukan musuh dan agar dirinya mendapat syahid bertemu dengan Nabi-nya yang mulia. Allah mengabulkan doa`nya sehingga kaum muslimin berhasil melumpuhkan lawan, dan Bara’ pun memperoleh apa yang selama ini dicita-citakannya, syahid dijalan Allah.
Bara’ …betapa wangi merah darahmu…kamipun rindu menyusulmu.
Semoga Allah menjadikan wajahnya begemerlapan di syurga, menemani Nabinya. Amin! //sumber:abu Izzudin(http://www.facebook.com/note.php?note_id=231992310148212)